Selasa, 27 Agustus 2013

Bama Is Aditya : Part Melahirkan 2

Hidup dan matiku...

Siang itu, tidak ada yang bisa aku ucapkan, kecuali permohonan ampun pada Allah SWT. "La illah ha illallah muhammadur rosulullah" hanya itu yang terus keluar dari mulutku, yang berbarengan dengan teriakkan dan tangisku. Mama dan suamiku bergantian menggenggam tangan kiriku, tangan kananku menggepal erat besi tempat tidur. Dua jam berlalu (jam empat sore), pembukaan meningkat jadi delapan, dan ini rasanya tidak bisa diuraikan. Jerit, tangis, dan kalimat syahadatku semakin keras, aku tidak perduli dengan semua anjuran orang-orang disekitarku. Sesekali aku bicara dengan bayiku "Sayang, mami tau kamu juga merasakan yang mami rasakan, kamu pasti kesakitan didalam (karena dipaksa untuk keluar/diinduksi), bantu mami yah nak, kita kerjasama, kamu harus kuat, kamu pasti bisa.. Ayoo sayang, kita usaha sama-sama.." inilah motivasi terbesarku.

Obat tidur mulai bereaksi, mataku hanya bisa terbuka sangat kecil dan hanya untuk bayangan, bidan memintaku untuk tidak tertidur. Jam lima sore, papaku datang..mama memintaku untuk meminta maaf pada suamiku, agar segala urusanku hari itu di ridhoi Allah SWT. Aku juga meminta maaf pada papa dan mamaku. Dua jam sebelum melahirkan, rasa sakit itu semakin tidak bisa terkontrol, aku sangat marah ketika ada yang menyentuhku. Asisten bidan, bidan, dan suamiku yang bergantian menggelus pinggangku, kena damprat olehku (sangking tidak inginnya disentuh). Pokoknya ketika sedikit saja aku di sentuh, itu rasanya seluruh tulang, otot dan tubuhku sakiiiiiiiiiiiiit minta ampun. Aku meringkuk ditempat tidur, mamaku terus berdoa sambil menangis, suamiku setia disampingku, papa adik dan khanza menunggu diluar.

Tiba saatnya melahirkan, obat tidur semakin kuat, bidan ngomel-ngomel minta aku tidak tidur, suami dan mamaku sibuk menggajakku untuk tidak tidur.. Semua kawatir dan ketakutan, tapi di setengah sadarku, aku memotivasi diriku sendiri, aku melawan semua rasa kantuk dan sakitku, aku berjanji pada bayiku kalau aku akan berjuang demi bayiku. Bidan, mengancam untuk caesar jika aku tidak bangun, "tenang bu, saya tidak akan tidur, saya masih kuat, saya janji" ucapku pada bidanku.

Ok, persalinanpun dimulai. Awalnya bidan ragu, apakah aku sanggup..? melihat kondisiku yang tanpa makan, tanpa tidur, dan menggantuk.. Meski dalam setengah sadar, aku tetap fokus mendengarkan arahan bidan. Aku hanya boleh mengejang ketika di perintahkan, kudengar baik-baik aba-abanya. Bidan meminta berganti posisi dengan suamiku, bidan ada dikanan kepalaku, suamiku dikakiku sambil mengontrol kepala bayiku yang sedikit sudah keluar rambutnya. Entah bagaimana mereka kembali bergegas menukar posisi, ditambah asisten bidanku berada diatas kepalaku. Saat itu rasa sakit justru tidak berpusat di kelaminku, tapi dianusku, rasanya seluruh anusku keluar, aku sudah tidak perduli bagaimana keadaanku nanti setelah semua ini berakhir, yang terpenting adalah bayiku.

Saat perintah mengejang itu tiba, sambil mengejang, asisten bidanku mendorong perutku dari atas, suamiku memegang erat kedua tangaku. "Pluuung!!" bayiku lompat keatas, tali pusar melilit lehernya, bidan kaget "agh kelilit!!" bergegas mengguntingnya. Kebayang jika tidak segera di gunting :( bayiku lompat dalam keadaan terlilit tali pusar. Kulihat jelas bayiku lompat dan saat ia diangkat terbalik oleh bidanku, bayiku putih kebiru-biruan seperti yang sudah terendam lama dalam air. Tangisnya menggetarkan seisi ruangan, itu rasanya luar biasa, tangiskupun menjadi haru dan rasa syukur yang teramat besar. Dan seketika itu juga, semua rasa sakit hilang..nyeri saat dijahitpun tak berarti apa-apa. Keluargaku bergantian berdiri di pintu (pintunya tidak ditutup looh..) melihat proses melahirkan.

Setelah diberi selimut, ditimbang dan diukur, bayikupun sampai dalam pelukkanku,, Subhanallah...Ga tau harus bilang apa, yang ada cuma bersyukur atas semua nikmat ini. Bayiku terlahir dalam keadaan sempurna, seperti pintaku pada pencipta-Nya, Alhamdulillah.. Oia, berat badan bayiku 3,5kg tinggi badannya 50cm, dan jenis kelaminnya laki-laki. Dan kami beri nama Bama Is Aditya (nama yang sudah ada enam tahun sebelum Bama lahir). Suka cita menyelimuti keluargaku..

Bama Is Aditya, 27 menit setelah kelahirannya

-indri-

Share:

Jumat, 16 Agustus 2013

Bama Is Aditya : Part Melahirkan

Hi tulisan..

Sudah lama sekali tidak menulis, walaupun terkadang terlintas untuk menulis. Tulisanku terakhir, mengenai masa kehamilanku. Sudah enam bulan lalu aku melahirkan bayiku, namun memori dihari itu, sangat ingin kutulis agar bisa kubaca lagi suatu saat nanti. Hari itu, Senin 4 Februari 2013, seperti biasa aku bersemangat bangun pagi, mandi, dan hendak jalan putar-putar halaman rumah selama satu jam. Aku memutuskan untuk melahirkan di Bekasi, karena disanalah orang tuaku tinggal. Sambil iseng-iseng puterin teras, aku menyapu kecil, pukul 7:30pagi air mengalir deras di daster yang aku gunakan. Panik! Suamiku, yang belum lima menit tersadar dari tidurnya, langsung diminta mamaku untuk mengantarku ke bidan, untung bidannya tidak jauh dari tempat tinggal orangtuaku. Sepanjang menuju bidan, aku hanya bisa pasrah, binggung harus memohon apalagi pada Allah SWT, yang terlintas dipikiranku saat itu "hari ini, adalah takdirku, pilihanku hanya menghadapinya bukan untuk menolaknya".

Semua rasa psikis bercampur dihari itu, rasa bahagia karena aku akan bertatapan dengan bayiku, rasa takut karena aku akan terpecah dalam dua alam (kehidupan atau kematian), rasa gembira karena aku akan menghadapi proses dimana makhluk bernyawa bisa keluar dari tubuhku. Masuk ruang bersalin, bajuku langsung diganti, tanganku diinfus, ini adalah pengalaman pertamaku bersama jarum infus (pegel, berat rasanya). Tidak lama kemudian, mamaku menyusul untuk melihatku. Dua jam berlalu, tanda-tanda bertambahnya pembukaan tidak tampak. Mamaku, kedua adikku, dan Khanza terus menemani, menyemangatiku, dan tidak putus berdoa untukku. Khanzalah yang paling exicited menyambut kehadiran adiknya, tidak sedikitpun dia mau jauh dari aku.

Tangan dan Infus

Pagi itu, aku belum sarapan, mama memaksaku dan menyuapiku agar ada makanan yang membantu tenagaku. Bidan menyarankan aku tidur dulu, agar ketika saatnya tiba, aku punya cukup cadangan tenaga. Ga ngantuk, jadi gimana bisa tidur..? akhirnya bidan memberiku obat tidur, :D aku tetap tidak tidur. Jam 11 siang, aku muntah, semua makanan yang disuapi mama hilang bersama muntahku. Badanku semakin berat, lelah, tapi aku masih bisa tersenyum, suamiku tak henti melepaskan lelucon-lelucon kecil. Asisten bidanku, selalu setia menggelus-elus pinggangku, yang sejak masuk ruang bersalin aku diminta tidur dengan posisi miring kekiri (karena bayiku terlalu kekanan mencari jalan lahirnya).

Tidak luput dari ingatan, saat itu sekitar jam dua siang, bidan kembali memeriksa keadaan bayiku. Ternyata aku masih pembukaan dua! Bidan menambah obat induksiku, setelah sebelumnya dua botol cairan infus yang disuntik (entah apa,,), dua obat yang dimasukkan ke kelaminku (maaf..) dan dua obat lagi ke anusku (maaf lagi..) secara berkala, artinya siang itu sudah tiga obat yang masuk, dengan total enam.. Tibalah saatnya aku berjuang menghadapi hidup dan matiku...

continue...

-indri-
Share: